Minggu, 21 April 2013

MENIKAH... INDAH !


~Pernikahan adalah penyatuan dua kepribadian. Menyatukan untuk saling menemukan, bukan saling meniadakan Saling mengisi, saling melengkapi menjadi pribadi yang lebih mumpuni ~

Sungguh proses penyatuan yang tak mudah, dan perlu kebesaran hati untuk bisa nyaman menjalaninya


        
           Membalik waktu….Saat itu, belum menginjak dua tahun usia pernikahan kami. Kebetulan suami meminjam kartu ATM saya. Dia menanyakan nomer PIN, dan saya dengan tersenyum menjawab “tanggal pernikahan”. “Berapa ?” tanya suami saya lagi. Karena saya menganggap dia nggak mendengar, saya menyahut lagi dengan lebih kencang “tanggal pernikahan”. “Iya, tanggal pernikahan itu berapa, aku nggak ingat.” Kata-kata dinginnya begitu menusuk. Saya yang cenderung mellow yellow ini rasanya sudah tak sanggup  membendung air mata lagi. Bukan sekedar berkaca-kaca, kaca itu pun pecah, seremuk perasaan saya (haallaah…kok sinetron banget), tapi waktu itu saya asli shock. Bayangkan, tanggal yang begitu sakral (sampai-sampai saya abadikan jadi PIN kartu ATM) bisa nggak diingatnya, bahkan di usia awal pernikahan kami. (Di keluarga saya, orang tua kami mengingat dengan baik tanggal pernikahan. Saya takjub dan bersyukur saat saya bisa melihat perayaan Pesta Perak Pernikahan Bapak Ibu, dan saat itu berdoa, semoga kelak ketika saya menikah, umur pernikahan saya bisa panjang dan hanya kematian yang bisa memisahkan)
          Melihat saya diam-diam menyusut air mata, dia malah terbahak
        “Apa sih, nggak penting ingat begituan, yang penting kan aku nggak lupa sudah menikah.” Saya yang sudah siap ngambek jadi klepek-klepek dengar omongannya. Ehm iya, bukan tanggal tapi moment pengikatan janji suci itu yang semestinya tetap kita ingat dan jaga..Meski saya merasa aneh ketika suami saya menganggap tanggal pernikahan itu nggak penting diingat, saya mulai belajar menerima. Okelah, langsung saya coret dari angan yang namanya perayaan ultah pernikahan, baik hanya berupa napak jejak kenangan, makan bakso lesehan sampai impian candle light dinner di restoran romantis (yang reservasinya harus sebulan sebelumnya itu) plus hadiah kalung berlian yang bling-bling di keremangan ruangan. Lha kalau mengingat tanggal pernikahan saja enggan, apalagi kok merayakan. Hiks….
          Perbedaan sikap, perbedaan cara pandang, perbedaan minat dan selera dalam banyak hal. Itulah kami ! Kami pun terbahak saat di reuni SMA teman-teman melempar tanya dan kata bernada tak percaya ketika tahu kami (saya dan suami) sekarang jadi pasangan. “Lha,.padahal pas SMA nggak pacaran kan ?”
“Kok bisa ya Yusuf jadian sama Murti ?” Hadeeh…
          Kekagetan itu lumrah, lha wong saya aja sering takjub dengan kebersamaan kami. Dulu di SMA memang kami nggak pernah terlihat bersama, bahkan kami adalah 2 kutub yang berbeda. Bisa dikatakan dia, suami saya ini anggota grup yang ogah sekolah (santai banget) sedangkan saya tipe anteng, nggak neko-neko, datang ke sekolah ya memang untuk belajar, titik. Dia tipe orang yang terbuka, sedangkan saya cenderung tertutup. Kelihatan banget berbedanya  level ‘gaul’ kami. Bahkan mungkin sampai kini. Saat reuni dia bisa nyambung saat ngobrol dengan banyak teman, sedangkan saya lebih suka mojok ngobrol dengan satu dua orang teman.  
          Kok bisa ya dua kutub yang berbeda itu bersatu ? Ya, bisalah, bukankah memang pada dasarnya pria dan wanita itu beda ?  Dua kutub yang berlawanan akan tarik menarik, kata pakar Fisika. Kita cenderung mencari apa yang tak kita miliki dalam diri, hingga dua pribadi berbeda bisa tertarik dan kemudian hidup bersama kata Psikolog, atau entahlah misteri jodoh. Hallah :D
          Perbedaan kami yang tadinya terasa dueeng….pas awal menikah, ternyata bisa diatasi dengan mudah. Selera makan kami berbeda jauh, bahkan bertolak belakang. Suami suka pedas, saya justru anti cabe. Lha nggak masalah toh ? Ternyata itu masalah karena saya yang nggak pernah doyan sambal ini diminta ‘nyambel’ (bikin sambal). Hmm, bisa ditebaklah bagaimana rasa sambal dari seorang yang gak pernah makan sambal. Anehnya, dia yang biasa blak-blakan waktu itu nggak ngomong nyelekit, hanya nyengir. Dia kemudian sadar diri nggak pernah minta saya ‘nyambel’ lagi sampai sekarang. Kalau pas pengin ya dia bikin, kalau malas bikin, dia terima aja makanan yang ada. Ternyata lumayan juga, suami saya bukan orang yang ribet soal makanan  Semua makanan itu rasanya enak dan enak banget (xixi, tapi ini yang bikin saya sebagai istri makin malas mengupgrade kemampuan masak saya)
           Perbedaan selera bisa teratasi dengan sukses, karena pengertian darinya. Perbedaan minat dan kebiasaan kami buanyaak. Saya hampir mendekati nerd (nyaris jadi kutu buku), dan celakanya saya bukan orang yang rapi. Baca kapan saja, di mana saja, bahkan sambil tiduran hingga buku berserak di mana-mana. Sedangkan dia hanya baca koran pagi, duduk rapi di kursi samping rak koran, kemudian kembali melipat rapi koran dan mengembalikan di tempatnya. Mungkin kebiasaan dari kecil ya. Saya nggak bisa begitu, saya nenteng koran  dan buku ke mana-mana, ke dapur, ke kamar, bahkan toilet, dan sering menggeletakkan koran di mana saja begitu selesai saya baca. Mata suami saya sepet lihat kebiasaan acak-acakan saya. Dia memang blak-blakan jadi ya langsung deh dibahas. Dia menyarankan bikin ruang baca yang nyaman. Bukannya senang, saya merasa sebel dan dibatasi, lha saya baca itu bukan buat belajar tapi buat hiburan. Jadi ya mau di kamar, di ruang makan, di ruang TV, di dapur,  biarin aja. Hanya akhirnya saya bisa menerima sarannya, demi kenyamanan hidup bersama :D.. Saya kok yakin bila kita mau saling memahami, maka perbedaan-perbedaan itu bukan ganjalan, meski mau nggak mau pastilah sering ada benturan. Bagai sendok dan garpu yang membantu kita  menghabiskan makanan di piring.  berbeda, sering beradu, tapi tak pernah sampai memecahkan piring. Ya perbedaan dan benturan yang tak pernah sampai meretakkan pernikahan.
         Tertatih kami lalui rel panjang bernama pernikahan.Perlahan saling menyesuaikan. Sikap suami yang easy going akhirnya menular juga ke saya. Kami nggak suka berpikir njlimet, berusaha santai melihat persoalan. Rasanya hidup lebih enteng bila kita nggak meributkan masalah-masalah/perbedaan-perbedaan kecil, dan sebisa mungkin mengecilkan masalah besar. Saya tidak pernah berniat mengubahnya, karena tentu saya tak akan bisa melakukannya. Saya hanya berusaha menyesuaikan, mengubah respon saya.menanggapi perbedaan-perbedaan ini
         Konon kata para bijak, inti hidup berpasangan itu adalah saling, Jadi harus selalu ada usaha dari dua kepala yang berbeda dan cenderung berbenturan itu untuk menyamakan tujuan. Kiat sederhana yang tak pernah saya lupa.  Saling memahami, saling menjaga, saling mendukung, saling mencintai.        
Kami saling menyeimbangkan. Kami bersinergi, saling melengkapi sebagai orang tua bagi dua krucils kami.        
           Satu hal yang menjadi kunci dan motivasi kami untuk bisa bersinergi dan terus berusaha mengerti adalah niat dan ikatan janji suci. Janji tertinggi di hadapan Illahi Robbi. Hingga ketika datang masalah, kami tidak mau menyerah, kami selalu mencari jalan untuk keluar dari masalah tersebut. Perlu kebesaran hati untuk bisa selalu instropeksi dan bisa saling memahami. Terima perbedaan, tanpa perlu dibesar-besarkan. Selalu ingat bahwa pasangan kita bukan diri kita, tak mungkin bisa menjadi seperti yang kita inginkan 100 %. Menyadari kekurangan,kesalahan serta mau menerima kekurangan dan memaafkan kesalahan pasangan, adalah hal-hal yang coba saya lakukan dan membuat perjalanan pernikahan terasa lebih ringan dan membahagiakan.

        Kiat lainnya : Jika ada sesuatu yang mengganggu hati dan pikiran, jangan sungkan untuk mengatakan. Ya komunikasi itu penting. Saya sadar banget, kiat tersebut juga tepat, dan mudah diingat, tapi cukup sulit bagi saya yang tertutup ini untuk sampai pada tahap bisa mengatakan dan mendengar dengan baik. Padahal  itu salah satu cara agar diri kita tidak meledak. Entah dengan cara bagaimana, kita harus berusaha mencari model komunikasi yang ternyaman, yang penting selalu sharing dan connecting dengan pasangan. Kalau terus menerus.menanggung masalah sendirian, memendam kekesalan hingga menumpuk maka jangan kaget bila suatu saat meledak. Yups, seperti balon, yang terlalu penuh udara, lama kelamaan akan meledak, bahkan tanpa perlu tertusuk sesuatu.
         Dua kiat yang membuat pernikahan hangat. Tentu saja dari segi spiritual kita harus bisa melihat apa pun kondisi yang menimpa kita, pahit, manis, asam, asin adalah anugerah, hal yang makin mendekatkan kita pada Allah. Alhamdulillah, Allah telah anugerahkan seorang suami pilihan untuk menemani saya melangkah, mengemban amanah duo krucils yang insya Allah sholeh dan shalehah. Saya bisa mengatakan bahwa pernikahan saya begitu indah. Kami juga berharap berlimpah berkah di dalamnya, hingga setiap langkah kami menuju ke kebaikan dan senantiasa dipermudah Allah.  Kami terus berusaha dan berdoa semoga Allah tetap menjaga ikatan hati kami dalam selimut kasih sayangNya. Aamiin
     



        Tahun 2013 ini adalah tahun ke 17 usia pernikahan kami. Alhamdulillah ya.  Sudah lebih dari dua windu, dan delapan tahun lagi insya Allah kami bisa merayakan pernikahan perak (lha ? masih lamaaa juga kaleee). Kalau ada yang tanya kapan tepatnya ultah pernikahan kami pada suami saya, dijamin dia akan mengernyitkan kening, mengangkat bahu, nggak ingat  atau lebih tepatnya kalau anak sekarang bilang EGP (Emang Gue Pikirin). Sekarang sih saya bisa meringis saat saya ‘grenengan’. “Tahun ini pernikahan kita sudah 17 tahun lho !”, dan dia dengan santai menjawab “Njuk ngapa (ya, trus mau apa)” Byuuh…jawaban yang nggak romantis blass. “Ya bersyukur”, jawab saya mendadak ikut kaku :p. “Lha iya, wes suwe yen kuwi (Ya, udah sejak dulu bersyukur) Jawaban standard.
          Hah ?! Masih sama kayak dulu ya ? Ho..ho..ho..yupz, tapi saya tak lagi menyusut air mata. Saya sudah mengubah respons saya menjadi tawa yang membahana sambil tak henti mencubitnya…:D 

Nulis ini bukan buat ngerayain Ultah pernikahan kami.

Hadiah Ultah Pernikahan Mbak Naqiyyah Syam...:)
pada GiveAway Ajari Aku Cinta  


 
Happy Wedding Anniversary ke-8, semoga berlimpah berkah mengiringi langkah menggapai samara dan semoga Allah senantiasa menjaga ikatan hati keluarga dalam selimut kasih sayangNya, Aamiin
   

4 komentar:

  1. subhanallah ya, 17 tahun usia pernikahan, semoga kian SAMARA ya, mbkku, doakan kami juga selalu, terima kasih doanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak menjelang 17 tahun, Aamiin terima kasih doanya juga :)

      Hapus
  2. Sharing dan Connecting ya mbak...seperti Nokia eeaaa . Love to read your writing :), as always #njuk ngapa hihihi

    BalasHapus
  3. Ahaha...saking cinta ama Nokia :)Jadi ingat jaman TKnya Rangga, ada isian Nama, Alamat, HP. Nah pas HP, Rangga ngisi bukan no hp tapi malah nulis NOKIA... :D

    BalasHapus