~Pernikahan adalah penyatuan dua kepribadian. Menyatukan untuk
saling menemukan, bukan saling meniadakan Saling mengisi, saling melengkapi
menjadi pribadi yang lebih mumpuni ~
Sungguh proses penyatuan yang tak mudah, dan perlu kebesaran hati untuk bisa nyaman menjalaninya
Membalik waktu….Saat itu, belum menginjak dua tahun usia pernikahan kami. Kebetulan suami meminjam kartu ATM saya. Dia menanyakan nomer PIN, dan saya dengan tersenyum menjawab “tanggal pernikahan”. “Berapa ?” tanya suami saya lagi. Karena saya menganggap dia nggak mendengar, saya menyahut lagi dengan lebih kencang “tanggal pernikahan”. “Iya, tanggal pernikahan itu berapa, aku nggak ingat.” Kata-kata dinginnya begitu menusuk. Saya yang cenderung mellow yellow ini rasanya sudah tak sanggup membendung air mata lagi. Bukan sekedar berkaca-kaca, kaca itu pun pecah, seremuk perasaan saya (haallaah…kok sinetron banget), tapi waktu itu saya asli shock. Bayangkan, tanggal yang begitu sakral (sampai-sampai saya abadikan jadi PIN kartu ATM) bisa nggak diingatnya, bahkan di usia awal pernikahan kami. (Di keluarga saya, orang tua kami mengingat dengan baik tanggal pernikahan. Saya takjub dan bersyukur saat saya bisa melihat perayaan Pesta Perak Pernikahan Bapak Ibu, dan saat itu berdoa, semoga kelak ketika saya menikah, umur pernikahan saya bisa panjang dan hanya kematian yang bisa memisahkan)
Melihat saya diam-diam menyusut air
mata, dia malah terbahak
“Apa sih, nggak penting ingat begituan,
yang penting kan
aku nggak lupa sudah menikah.” Saya yang sudah siap ngambek jadi klepek-klepek dengar omongannya. Ehm
iya, bukan tanggal tapi moment
pengikatan janji suci itu yang semestinya tetap kita ingat dan jaga..Meski
saya merasa aneh ketika suami saya menganggap tanggal pernikahan itu nggak penting
diingat, saya mulai belajar menerima. Okelah, langsung saya coret dari angan
yang namanya perayaan ultah pernikahan, baik hanya berupa napak jejak kenangan,
makan bakso lesehan sampai impian candle light dinner di restoran romantis
(yang reservasinya harus sebulan sebelumnya itu) plus hadiah kalung berlian
yang bling-bling di keremangan ruangan. Lha kalau mengingat tanggal pernikahan
saja enggan, apalagi kok merayakan. Hiks….
Perbedaan sikap, perbedaan cara pandang,
perbedaan minat dan selera dalam banyak hal. Itulah kami ! Kami pun terbahak
saat di reuni SMA teman-teman melempar tanya dan kata bernada tak percaya ketika
tahu kami (saya dan suami) sekarang jadi pasangan. “Lha,.padahal pas SMA nggak
pacaran kan ?”
“Kok bisa ya Yusuf jadian sama
Murti ?” Hadeeh…
Kekagetan itu lumrah, lha wong saya aja sering
takjub dengan kebersamaan kami. Dulu di SMA memang kami nggak pernah terlihat
bersama, bahkan kami adalah 2 kutub yang berbeda. Bisa dikatakan dia, suami
saya ini anggota grup yang ogah sekolah (santai banget) sedangkan saya tipe
anteng, nggak neko-neko, datang ke sekolah
ya memang untuk belajar, titik. Dia tipe orang yang terbuka, sedangkan saya
cenderung tertutup. Kelihatan banget berbedanya level ‘gaul’ kami. Bahkan mungkin sampai kini.
Saat reuni dia bisa nyambung saat ngobrol dengan banyak teman, sedangkan saya
lebih suka mojok ngobrol dengan satu dua orang teman.
Kok bisa ya dua kutub yang berbeda
itu bersatu ? Ya, bisalah, bukankah memang pada dasarnya pria dan wanita itu
beda ? Dua kutub yang berlawanan akan
tarik menarik, kata pakar Fisika. Kita cenderung mencari apa yang tak kita
miliki dalam diri, hingga dua pribadi berbeda bisa tertarik dan kemudian hidup
bersama kata Psikolog, atau entahlah misteri jodoh. Hallah :D
Perbedaan kami yang tadinya terasa dueeng….pas
awal menikah, ternyata bisa diatasi dengan mudah. Selera makan kami berbeda
jauh, bahkan bertolak belakang. Suami suka pedas, saya justru anti cabe. Lha
nggak masalah toh ? Ternyata itu masalah karena saya yang nggak pernah doyan
sambal ini diminta ‘nyambel’ (bikin sambal). Hmm, bisa ditebaklah bagaimana
rasa sambal dari seorang yang gak pernah makan sambal. Anehnya, dia yang biasa
blak-blakan waktu itu nggak ngomong nyelekit, hanya nyengir. Dia kemudian sadar
diri nggak pernah minta saya ‘nyambel’ lagi sampai sekarang. Kalau pas pengin
ya dia bikin, kalau malas bikin, dia terima aja makanan yang ada. Ternyata
lumayan juga, suami saya bukan orang yang ribet soal makanan Semua makanan itu rasanya enak dan enak banget
(xixi, tapi ini yang bikin saya sebagai istri makin malas mengupgrade kemampuan
masak saya)
Perbedaan selera bisa teratasi dengan sukses, karena
pengertian darinya. Perbedaan minat dan kebiasaan kami buanyaak. Saya hampir
mendekati nerd (nyaris jadi kutu buku), dan celakanya saya bukan orang yang
rapi. Baca kapan saja, di mana saja, bahkan sambil tiduran hingga buku berserak
di mana-mana. Sedangkan dia hanya baca koran pagi, duduk rapi di kursi samping
rak koran, kemudian kembali melipat rapi koran dan mengembalikan di tempatnya.
Mungkin kebiasaan dari kecil ya. Saya nggak bisa begitu, saya nenteng
koran dan buku ke mana-mana, ke dapur,
ke kamar, bahkan toilet, dan sering menggeletakkan koran di mana saja begitu
selesai saya baca. Mata suami saya sepet
lihat kebiasaan acak-acakan saya. Dia memang blak-blakan jadi ya langsung deh
dibahas. Dia menyarankan bikin ruang baca yang nyaman. Bukannya senang, saya
merasa sebel dan dibatasi, lha saya baca itu bukan buat belajar tapi buat
hiburan. Jadi ya mau di kamar, di ruang makan, di ruang TV, di dapur, biarin aja. Hanya akhirnya saya bisa menerima
sarannya, demi kenyamanan hidup bersama :D.. Saya kok yakin bila kita mau
saling memahami, maka perbedaan-perbedaan itu bukan ganjalan, meski mau nggak
mau pastilah sering ada benturan. Bagai sendok dan garpu yang membantu
kita menghabiskan makanan di
piring. berbeda, sering beradu, tapi tak
pernah sampai memecahkan piring. Ya perbedaan dan benturan yang tak pernah
sampai meretakkan pernikahan.
Tertatih kami lalui rel panjang bernama
pernikahan.Perlahan saling menyesuaikan. Sikap suami yang easy going akhirnya
menular juga ke saya. Kami nggak suka berpikir njlimet, berusaha santai melihat
persoalan. Rasanya hidup lebih enteng bila kita nggak meributkan
masalah-masalah/perbedaan-perbedaan kecil, dan sebisa mungkin mengecilkan
masalah besar. Saya tidak pernah berniat mengubahnya,
karena tentu saya tak akan bisa melakukannya. Saya hanya berusaha menyesuaikan,
mengubah respon saya.menanggapi perbedaan-perbedaan ini
Konon
kata para bijak, inti hidup berpasangan itu adalah saling, Jadi harus selalu ada usaha dari dua kepala yang berbeda
dan cenderung berbenturan itu untuk menyamakan tujuan. Kiat sederhana yang tak
pernah saya lupa. Saling memahami, saling menjaga, saling mendukung, saling mencintai.
Kami saling menyeimbangkan. Kami bersinergi, saling
melengkapi sebagai orang tua bagi dua krucils kami.
Satu hal yang menjadi kunci dan motivasi kami untuk bisa bersinergi dan
terus berusaha mengerti adalah niat dan ikatan janji suci. Janji tertinggi di
hadapan Illahi Robbi. Hingga ketika datang masalah, kami tidak mau menyerah,
kami selalu mencari jalan untuk keluar dari masalah tersebut. Perlu kebesaran
hati untuk bisa selalu instropeksi dan bisa saling memahami. Terima perbedaan,
tanpa perlu dibesar-besarkan. Selalu ingat bahwa pasangan kita bukan diri kita,
tak mungkin bisa menjadi seperti yang kita inginkan 100 %. Menyadari
kekurangan,kesalahan serta mau menerima kekurangan dan memaafkan kesalahan
pasangan, adalah hal-hal yang coba saya lakukan dan membuat perjalanan
pernikahan terasa lebih ringan dan membahagiakan.
Kiat lainnya : Jika ada sesuatu yang mengganggu hati dan pikiran, jangan sungkan untuk
mengatakan. Ya komunikasi itu penting. Saya sadar banget, kiat tersebut
juga tepat, dan mudah diingat, tapi cukup sulit bagi saya yang tertutup ini untuk
sampai pada tahap bisa mengatakan dan mendengar dengan baik. Padahal itu salah satu cara agar diri kita tidak
meledak. Entah dengan cara bagaimana, kita harus berusaha mencari model
komunikasi yang ternyaman, yang penting selalu sharing dan connecting dengan pasangan. Kalau terus
menerus.menanggung masalah sendirian, memendam kekesalan hingga menumpuk maka
jangan kaget bila suatu saat meledak. Yups, seperti balon, yang terlalu penuh
udara, lama kelamaan akan meledak, bahkan tanpa perlu tertusuk sesuatu.
Dua kiat yang membuat pernikahan hangat. Tentu
saja dari segi spiritual kita harus bisa melihat apa pun kondisi yang menimpa
kita, pahit, manis, asam, asin adalah anugerah, hal yang makin mendekatkan kita
pada Allah. Alhamdulillah, Allah telah anugerahkan seorang suami pilihan untuk
menemani saya melangkah, mengemban amanah duo krucils yang insya Allah sholeh
dan shalehah. Saya bisa mengatakan bahwa pernikahan saya begitu indah. Kami
juga berharap berlimpah berkah di dalamnya, hingga setiap langkah kami menuju
ke kebaikan dan senantiasa dipermudah Allah.
Kami terus berusaha dan berdoa semoga Allah tetap menjaga ikatan hati
kami dalam selimut kasih sayangNya. Aamiin
Tahun 2013 ini adalah tahun ke 17 usia
pernikahan kami. Alhamdulillah ya. Sudah
lebih dari dua windu, dan delapan tahun lagi insya Allah kami bisa merayakan
pernikahan perak (lha ? masih lamaaa juga kaleee). Kalau ada yang tanya kapan
tepatnya ultah pernikahan kami pada suami saya, dijamin dia akan mengernyitkan
kening, mengangkat bahu, nggak ingat
atau lebih tepatnya kalau anak sekarang bilang EGP (Emang Gue Pikirin).
Sekarang sih saya bisa meringis saat saya ‘grenengan’. “Tahun ini pernikahan
kita sudah 17 tahun lho !”, dan dia dengan santai menjawab “Njuk ngapa (ya, trus mau apa)” Byuuh…jawaban yang nggak romantis
blass. “Ya bersyukur”, jawab saya mendadak ikut kaku :p. “Lha iya, wes suwe yen kuwi (Ya, udah sejak dulu bersyukur)” Jawaban standard.
Hah
?! Masih sama kayak dulu ya ? Ho..ho..ho..yupz, tapi saya tak lagi menyusut air
mata. Saya sudah mengubah respons saya menjadi tawa yang membahana sambil tak
henti mencubitnya…:D
Nulis ini bukan buat ngerayain Ultah pernikahan kami.
pada GiveAway Ajari Aku Cinta
Hadiah Ultah Pernikahan Mbak Naqiyyah Syam...:)
Happy Wedding Anniversary ke-8, semoga berlimpah berkah mengiringi langkah menggapai samara dan semoga Allah senantiasa menjaga ikatan hati keluarga dalam selimut kasih sayangNya, Aamiin
subhanallah ya, 17 tahun usia pernikahan, semoga kian SAMARA ya, mbkku, doakan kami juga selalu, terima kasih doanya.
BalasHapusIya, Mbak menjelang 17 tahun, Aamiin terima kasih doanya juga :)
HapusSharing dan Connecting ya mbak...seperti Nokia eeaaa . Love to read your writing :), as always #njuk ngapa hihihi
BalasHapusAhaha...saking cinta ama Nokia :)Jadi ingat jaman TKnya Rangga, ada isian Nama, Alamat, HP. Nah pas HP, Rangga ngisi bukan no hp tapi malah nulis NOKIA... :D
BalasHapus